Telah Diselamatkan oleh Kasih Karunia, Tapi Selanjutnya Apa?
Ketika kita berbicara tentang kasih karunia, kebanyakan orang
akan mengatakan mereka tahu kasih karunia dan bahwa mereka telah
diselamatkan oleh kasih karunia melalui iman:
Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman;
itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil
pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri. (Ef 2:8-9)
Namun mayoritas kemudian akan menambahkan bahwa ayat-ayat ini hanya
mengacu pada titik terjadinya keselamatan. Dari titik ini kita perlu
beralih ke aspek yang lebih penting dari kehidupan Kristen seperti
pengudusan, menjalani gaya hidup “kudus” dan menjadi semakin efektif
bagi Tuhan. Mereka yang mengatakan kita harus “mengerjakan” keselamatan kita sendiri, benar-benar keliru mengutip Filipi 2:12. Ayat ini tidak mengatakan kita harus “bekerja untuk” (Ingg: “work for”) keselamatan kita. “Mengerjakan keluar” (Ingg: “work out”)
keselamatan kita berarti “memahami” (yaitu “mempekerjakan”) betapa
indah, lengkap dan ajaibnya keselamatan kita. Ini juga berarti mulai
mengizinkan apa yang ada di dalam diri kita mengalir ke luar.
Roh Kudus ingin menyentuh dunia luar dari dalam diri kita. Itulah artinya “mengerjakan keluar” keselamatan kita.

Gereja-gereja dari Galatia memulai dengan baik. Mereka awalnya tahu
mereka telah diselamatkan oleh kasih karunia, tapi kemudian mereka mulai
mengandalkan upaya-upaya mereka sendiri untuk “menjaga” diri mereka
tetap diselamatkan. Mari kita lihat apa yang Paulus tulis kepada mereka:
Hai orang-orang Galatia yang bodoh, siapakah yang telah mempesona (NKJV:
menyihir) kamu? Bukankah Yesus Kristus yang disalibkan itu telah
dilukiskan dengan terang di depanmu? Hanya ini yang hendak kuketahui
dari pada kamu: Adakah kamu telah menerima Roh karena melakukan hukum
Taurat atau karena percaya kepada pemberitaan Injil? Adakah kamu sebodoh
itu? Kamu telah mulai dengan Roh, maukah kamu sekarang mengakhirinya di
dalam (NKJV: disempurnakan oleh) daging? (Gal 3:1-3, penjelasan penerjemahan ditambahkan)
Ketika Paulus berbicara tentang kasih karunia kepada jemaat di
Galatia, ia tidak sedang berbicara tentang dilahirkan kembali kepada
orang-orang yang belum percaya, ia sedang berbicara kepada orang-orang
percaya, orang-orang yang sudah dilahirkan kembali. Dia
mengatakan bahwa mereka telah memulai dengan baik dalam kasih karunia,
tetapi sekarang mereka telah datang di bawah tekanan dari orang-orang
yang memberitakan hukum Taurat, yang mengatakan mereka harus taat
sempurna untuk dapat menerima berkat Tuhan. Disini dalam Galatia 3
Paulus mengatakan kepada mereka bahwa mereka harus melanjutkan dalam kasih karunia Allah, sama seperti yang ia katakan kepada jemaat Kolose:
Kamu telah menerima Kristus Yesus [hanya dengan percaya dan tidak dengan berusaha memperolehnya],
Tuhan kita. Karena itu hendaklah hidupmu tetap di dalam Dia. (Kol 2:6,
penjelasan dan penekanan ditambahkan) ≈ Karena itu sebagaimana kamu
telah menerima Kristus Yesus, Tuhan [hanya dengan percaya dan tidak dengan berusaha memperolehnya], demikianlah kamu berjalan di dalam Dia. (Kol 2:6, terjemahan NKJV, penjelasan dan penekanan ditambahkan)
Sekarang pikirkan sejenak, bagaimana cara kita menerima-Nya? Kita
hanya percaya. Karena itu bagaimana seharusnya cara kita terus berjalan
di dalam Dia sekarang seperti ketika kita dilahirkan kembali? Dengan
hanya percaya. Jika kasih karunia cukup untuk menyelamatkan kita, kasih
karunia cukup untuk menjaga kita.
Berkat-berkat Tuhan, kesembuhan dan kemakmuran tidak datang melalui
pergumulan, melalui karya-karya kebenaran kita sendiri atau melalui
upaya untuk hidup kudus. Itu datang melalui keberadaan dibangun dalam
karunia kebenaran, kebenaran yang kita terima pertama-tama sebagai suatu
pemberian ketika kita masuk ke dalam Kristus. Kami tidak pernah bisa
meninggalkan fondasi kita. Semakin besar kita membangun gedungnya, kita
harus semakin memperkuat pondasi, yaitu kasih karunia.
Penyucian?
Dalam gereja modern ada suatu kesalahpahaman berbahaya bahwa awalnya
Allah menerima seseorang tanpa syarat atas dasar kasih karunia, tetapi
setelah mereka diselamatkan mereka sekarang tiba-tiba harus tampil pada
suatu tingkat tertentu agar Allah dapat terus menerima dan memberkati
mereka. Alkitab berbicara tentang dua jenis kebenaran: Kebenaran Allah
(menerima keselamatan, persetujuan dan berkat-berkat Allah dengan iman)
dan kebenaran diri (kembali berdasarkan hukum Taurat dan mencoba untuk
menerima semua yang di atas dengan mencoba memperolehnya melalui
perbuatan-perbuatan baik). Tapi yang berlaku di kebanyakan gereja saat
ini adalah jenis kebenaran yang ketiga, salah satu yang tidak disebutkan
tempat manapun di Alkitab: Setelah kita diselamatkan, kita tinggalkan
kasih karunia dan kebenaran Allah sebagai suatu pemberian dan mencoba
untuk menjadi lebih benar melalui perbuatan-perbuatan baik kita sendiri –
ajaran ini sering disamarkan di balik kata lain yang disalahpahami yang
disebut “pengudusan”, yang sebenarnya tidak ada hubungannya dengan
mencoba untuk mengurangi berbuat dosa.
Satu-satunya cara untuk bebas dari perangkap ini adalah dengan
menjadi lebih dibangun dalam kebenaran Allah sebagai suatu pemberian.
Setelah kita menyadari bahwa kita tidak pernah dapat menambah kebenaran
yang diberikan kepada kita sebagai suatu pemberian dan bahwa upaya
terbaik kita adalah seperti kain kotor, kita akan melihat bahwa hanya
dengan percaya dalam ketaatan yang sempurna dari Sang Anak Manusia,
Yesus Kristus, kita dapat memiliki keyakinan di hadapan Allah.
Demikianlah kami sekalian seperti seorang najis dan segala kesalehan kami seperti kain kotor; (Yes 64:6a)
Ayat ini mengatakan mengatakan segala keSALEHan-keSALEHan kita seperti kain kotor, bukan segala keTIDAKsalehan-keTIDAKsalehan
kita. Jadi bukan berbicara tentang kesalahan-kesalahan kita, tapi
tentang perbuatan-perbuatan baik kita. Perbuatan-perbuatan baik yang
dilakukan dari motif mencoba untuk mendapatkan cinta Tuhan melalui
perbuatan-perbuatan itu dianggap seperti kain kotor. Bahasa Ibrani asli
dari kata itu sebenarnya mengacu pada kain haid wanita – itulah
sebenarnya betapa buruknya!
Beberapa pengkhotbah memulai dengan baik, memberitakan kasih karunia
dan cinta tanpa syarat agar orang yang diselamatkan. Tapi kemudian
ketika mereka melihat kehidupan-kehidupan orang-orang berubah karena
kasih karunia Allah, mereka mulai melihat ini sebagai buah dari
pengajaran mereka sendiri dan mereka mulai menekankan kehidupan kudus
untuk membayar kasih karunia.
Ujilah
Bagaimana kita tahu bahwa kita telah dibangun dalam kasih karunia
Allah? Jika kita dapat mengatakan segera setelah kita tersandung secara
moral bahwa kita adalah kebenaran Allah di dalam Kristus Yesus (2
Korintus 5:21) dan bahwa tidak ada yang kita lakukan pernah dapat
mengubahnya! Ingat bahwa kita tidak mengatakan bahwa orang harus
menggunakan kasih karunia sebagai suatu alasan untuk berbuat dosa.
Kita perlu kepolosan seorang anak dipulihkan kepada kita, merasa
seolah-olah kita tidak pernah berbuat dosa karena Allah telah mengampuni
segala dosa kita masa lalu, sekarang dan masa depan:
..dan Aku tidak lagi mengingat dosa-dosa dan kesalahan (NKJV: perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum) mereka.” (Ibr 10:17, penjelasan penerjemahan ditambahkan)
Ketika kita mencapai posisi dimana dengan berani mendekati tahta
kasih karunia dengan hati nurani kita bersih dari setiap tuduhan dari
Iblis, kita dapat mengatakan kita telah dibangun dalam karunia
kebenaran. Tuhan tidak ingin kita merasa bersalah mengenai dosa apapun,
karena mengapa kita harus diingatkan tentang kesalahan kita jika Allah
sudah tidak mengingatnya lagi?
Jadi, saudara-saudara, oleh darah Yesus kita sekarang
penuh keberanian dapat masuk ke dalam tempat kudus, karena Ia telah
membuka jalan yang baru dan yang hidup bagi kita melalui tabir, yaitu
diri-Nya sendiri, dan kita mempunyai seorang Imam Besar sebagai kepala
Rumah Allah. Karena itu marilah kita menghadap Allah dengan hati yang
tulus ikhlas dan keyakinan iman yang teguh, oleh karena hati kita telah
dibersihkan dari hati nurani yang jahat dan tubuh kita telah dibasuh
dengan air yang murni. (Ibr 10:19-22)
Catatan:
Tulisan ini adalah bab ke-32 dari buku “Kasih Karunia, Injil Terlarang” (“GRACE, The Forbidden Gospel”) yang ditulis oleh Andrè van der Merwe
Tidak ada komentar:
Posting Komentar